Temuan narkotika jenis baru,
narkotika tersebut berasal dari tanaman ghat atau khat yang banyak ditanam di
ladang maupun di pekarangan. Jenis tanaman ini, diakui merupakan bahan baku
pembuat narkotika jenis baru yang di konsumsi kalangan artis termasuk yang
dipakai Raffi Ahmad.
Tanaman yang dalam bahasa lainnya di sebut Catha Edulis ini banyak ditemukan di Desa Tugu Selatan dan Desa Tugu Utara Kecamatan Cisarua Bogor. Kebanyakan masyarakat menanam tanaman ini secara berderet, sebagai pembatas halaman rumah atau batas tanah dengan tanah orang lain.
Tumbuhan berdaun kecil dan berwarna hijau ini banyak ditemui di pekarangan dan permukiman warga di kawasan Kecamatan Cisarua, Puncak, Bogor. Warga setempat telah menanamnya sejak 10 tahun terakhir.
Tanaman yang dalam bahasa lainnya di sebut Catha Edulis ini banyak ditemukan di Desa Tugu Selatan dan Desa Tugu Utara Kecamatan Cisarua Bogor. Kebanyakan masyarakat menanam tanaman ini secara berderet, sebagai pembatas halaman rumah atau batas tanah dengan tanah orang lain.
Tumbuhan berdaun kecil dan berwarna hijau ini banyak ditemui di pekarangan dan permukiman warga di kawasan Kecamatan Cisarua, Puncak, Bogor. Warga setempat telah menanamnya sejak 10 tahun terakhir.
Kandungan Kimia Tanaman Khat (Teh Arab)
Khat yaitu tanaman perdu Catha edulis Forsk, famili dari tanaman Celastracea. Banyak tumbuh di daerah Afrika Timur dan Arab. Daunnya mengandung alkaloida cathinone & cathine yang mempunyai konfigurasi serta efek sebagaimana amphetamine (Amphetamine adalah bahan yang digunakan dalam tablet XTC). Karena itu daun khat ini juga mempunyai efek seperti penggunaan xtc, yaitu fly, happy, energik, menjadi senang bicara, tetapi menyebabkan kecanduan.
Dalam dosis besar, Khat dapat menyebabkan gangguan di otak yaitu perubahan sistem biokimiawi otak yang mengakibatkan si pengunyah menjadi gila (psikose), dengan gelaja halusinasi pendengaran dan mengamuk.
Dengan dosis kecil menjadi happy, tetapi jika kronis pun metabolisme tubuh menjadi berubah. Tubuh tidak lagi menyerap makanan melalui usus, tetapi memecah persediaan energi dalam otot yaitu memecah lemak dan glikogen. Karena itu si pengunyah menjadi kurus kerempeng karena anoreksia dan mengalami kondisi malnutrisi yang irreversible. Akibat lanjutnya pengerasan hepar dan akhirnya menjadi kanker.
Daun
Khat mengandung astringent dan aromatik, mempunyai bau khas yang rada apek.
Harus dikunyah segar-segar, jusnya ditelan, dan sepahnya dibuang atau ditelan.
Dalam waktu tidak lama ia akan merasakan efeknya. Namun pada keesokan harinya akan
terjadi efek berkebalikan (withdrawal) yaitu mual, lesu, lemah, pusing, karena
kurang tidur, resah, yang akhirnya juga menyebabkan kesulitan tidur. Hal ini
yang menyebabkan si pengguna terus menerus membutuhkannya lagi dan menjadi
ketagihan, yang dosisnya makin hari makin besar.
Katinon
(Cathinone)
menjadi pembicaraan setelah Badan Narkotika Nasional (BNN) menemukan zat ini
dikonsumsi oleh beberapa orang yang tertangkap di rumah salah satu publik figur
minggu lalu (27/1). Yang dikonsumsinya adalah derivat dari cathinone, yakni
3,4-methylenedioxy-N-methylcathinone. Zat sintetis itu juga dikenal sebagai
methylone. Cathinone, S(-)-alpha-aminopropiophenone, merupakan zat yang
konfigurasi kimia dan efeknya mirip dengan amfetamin. Cathinone adalah nama
bahan aktif berwujud kristal yang bisa diekstrak dari tumbuhan asli Afrika yang
bernama Latin Catha edulis dengan
sinonim Catha forskalii, Catha glauca,
Celestrus edulis, dan Methyscophyllum
glaucum. Tumbuhan ini memiliki banyak nama lokal, diantaranya menggambarkan
asal kata dari mana nama Latinnya dibuat yaitu: cat, catha, ciat, khat, kaad,
dan kafta.
Secara
alami cathinone terkandung dalam khat (Catha
edulis Forsk), tumbuhan semak yang banyak terdapat di Afrika timur dan
tengah serta sebagian Jazirah Arabia. Daun khat sejak dulu dikonsumsi dengan
cara dikunyah, dibuat jus, atau diseduh seperti teh oleh penduduk di wilayah
itu. Daun kath segar mengandung katinona lebih banyak dibandingkan dengan daun
kath yang dikeringkan.
Adapun
cathinone sintetis, sebagaimana disebut dalam situs European Monitoring Centre
for Drugs and Drug Addiction (EMCDDA), berbentuk serbuk kristal putih atau
kecoklatan, kadang-kadang dikemas dalam kapsul. Zat itu juga ditemui dalam
bentuk tablet sebagai pengganti pil ekstasi. Cara penggunaan biasanya dihirup,
ditelan, atau disuntikkan setelah dicampur air.
Tidak
sulit menduga mengapa Catha edulis
dijuluki flower of paradise (bunga surga). Tumbuhan ini sudah lama diketahui
bisa menimbulkan halusinasi bila dikonsumsi. Dalam keadaan proses halusinasi
seseorang bisa merasakan beragam sensasi yang sulit dideskripsikan.
Karena
khat mengandung senyawa ephedrine-like [Amfetamin]. Rupanya itu untuk menghasilkan
eksitasi, menghalau tidur, dan meningkatkan komunikasi. Itu digunakan sebagai
stimulan untuk menghilangkan rasa lapar dan kelelahan.
Penggunaan Khat (Konsumsi
Teh Arab)
Pada jaman Mesir Kuno, khat atau teh
arab, dianggap sebagai menu para dewa. Dengan mengunyah-ngunyah khat, manusia
juga bisa menjadi dewa: tahan lapar, tahan haus, tahan capek, dan merasa sangat
bersemangat (euforia). Dengan mengonsumsi khat, nafsu seks juga menjauh, karena gairah seks (libido) akan menurun.
Secara terbatas tanaman teh arab sudah mulai dikenal oleh masyarakat Indonesia. Ini terjadi karena adanya intensitas arus informasi, juga sarana transportasi, yang memungkinkan masyarakat kita berkunjung ke Yaman, dan Somalia. Dua negara ini dikenal sebagai penghasil sekaligus pengguna teh arab terbesar di dunia. Teh arab juga disebut Abyssinian Tea, African Salad, khat (قات), qat, qaat, quat, gat, jaad, chat, chad, chaad, jimma, dan miraa (Catha edulis).
Biasanya Khat dikonsumsi saat
kumpul-kumpul, ditambah minum minuman keras, selain melawan rasa pahit daun,
juga efeknya lebih kuat. Khat dikunyah berjam-jam, di dalam mulut dengan pipi
menggembung oleh bundelan kunyahan Khat.
Daun khat juga bisa didapatkan dalam bentuk teh, sering disebut-sebut sebagai
teh Arab yang mempunyai khasiat meningkatkan gairah seks. Padahal penggunaan
Khat jangka panjang akan merusak sistem syaraf yang mengatur sistem
reproduksi dan masalah impotensia.
Meskipun disebut sebagai teh arab, khat dikonsumsi bukan seperti teh, melainkan
seperti orang makan sirih. Pucuk khat dikunyah-kunyah, tanpa bahan campuran apa
pun, lalu ditahan dalam mulut selama sekitar 2,5 jam, sebelum “ampasnya”
dibuang. Efek stimulan dari mengunyah (chewing) pucuk khat, disebabkan oleh
adanya kandungan zat katin (cathine), yakni alkaloid jenis phenethylamine,
dalam pucuk tanaman. Cathine dalam pucuk daun khat dikategorikan sebagai
psikotropika (zat narkoba), hingga di beberapa negara, termasuk di Arab Saudi,
penanaman dan penggunaan tanaman ini dilarang. Beberapa negara mengijinkan budi
daya dan penggunaan khat, dengan pengawasan ketat, dibawah supervisi World
Health Organization (WHO).
Daun Khat sekarang tengah melanda Eropa dengan pemasok orang-orang Afrika dan
Arab. Tetapi Khat ini belum dimasukkan ke dalam daftar undang-undang obat keras
atau narkoba, karena masih dianggap tidak membahayakan umum (dikonsumsi oleh
kelompok kecil tertentu, digunakan tidak dimuka umum, masih dalam keadaan
segar/alami, untuk mendapatkan efek berbahaya dibutuhkan sejumlah yang relatif
besar). Khat segar masuk ke Eropa melalui angkutan penerbangan, dan masuk dalam
daftar sayuran.
Penjualan
khat secara hukum dilegalkan di beberapa negara, namun juga ilegal di beberapa
negara lainnya. Cathinone sintetik juga sering digunakan sebagai bahan utama
yang digunakan sebagai campuran dalam mengkonsumsi obat-obatan terlarang,
misalnya 'bath salts' di Amerika Serikat.
Menurut Drug Enforcement Administration (DEA) yang merilis Controlled Substances Act, Cathinone pun digolongkan sebagai substansi kelas I. Substansi kelas I adalah obat-obatan beserta kandungan di dalamnya dapat menimbulkan dampak serius terhadap kesehatan dan tidak digunakan untuk kebutuhan pengobatan. Menurut DEA cathinone dapat menimbulkan hilangnya nafsu makan, kecemasan, iritasi, gangguan tidur, halusinasi, dan kepanikan.
Adapun,
pemakai berat cathinone bisa mengalami gangguan mental. Di Indonesia,
Undang-undang No.35/2009 tentang Narkotika menyatakan cathinone sebagai narkotika
golongan I atau narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan
ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi
sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Laporan
mengenai keracunan dan bahaya bagi kesehatan akibat penggunaan cathinone
sintetis menyebabkan zat tersebut menjadi isu kesehatan masyarakat dan keamanan
yang serius di Amerika Serikat.
Dalam
situs National Institute on Drug Abuse dilaporkan, efek cathinone mirip
amfetamin dan kokain. Zat itu merangsang peningkatan kadar neurotransmitter
(zat pengantar impuls saraf) dopamin yang menimbulkan rasa gembira dan
meningkatkan tenaga. Efek lain adalah peningkatan kadar norepinefrin
meningkatkan detak jantung dan tekanan darah. Namun, pengguna bisa mengalami halusinasi
akibat peningkatan kadar serotonin. Akibat buruk lain adalah dehidrasi,
kerusakan jaringan otot, dan gagal ginjal yang berujung pada kematian. (sz)