Untuk
mendapatkan bibit lele yang baik, pemijahannya harus dilakukan dengan tepat dan teliti,
dan dengan efisiensi waktu yang tinggi sehingga tidak menghambat pemijahan
berikutnya. Secara umum terdapat tiga teknik pemijahan, yaitu teknik pemijahan
sederhana (konvensional), teknik pemijahan semi-intensif, serta teknik
pemijahan intensif.
Perbedaan
antara teknik pemijahan sederhana dengan teknik pemijahan intensif dan
semi-intesif adalah dengan penggunaan hipofisa atau HCG untuk merangsang
kematangan gonad. Sedangkan perbedaan teknik pemijahan intensif dengan teknik
pemijahan sederhana dan semi-intensif terletak pada metode pengeluaran
sel-telur dan sperma, yang mana pada teknik pemijahan intensif, telur
dikeluarkan secara ‘paksa’.
A. Cara Budidaya Lele | Teknik Pemijahan Sederhana pada Lele Sangkuriang (Sukabumi)
1. Persiapan Induk
Induk
yang digunakan untuk mendapatkan bibit lele sangkuriang merupakan induk
jantan generasi keenam(F6) dan induk betina generasi kedua (F2), bukan berasal
dari lele sangkuriang. Indukan
lele sangkuriang sebenanya sudah dapat dipijahkan saat berumur
8-9 bulan, namun produksi telur yang baik baru dapat diperoleh saat lele sudah
berumur di atas 1 tahun. Indukan telah siap dipijahkan lagi setelah 2-3 bulan
setelah pemijahan sebelumnya.
Sebelum
dipijahkan, induk jantan dan induk betina ditempatkan secara terpisah dalam
kolam induk berukuran 1 x 1 x 1 meter untuk setiap 1 kg induk. Akan lebih baik
apabila air yang digunakan untuk kolam induk jantan dan kolam induk betina itu
sama dengan air yang mengalir dari kolam induk jantan ke kolam induk betina.
Tujuannya adalaha untuk merangsan kemauan kawin dari induk betina.
Pakan
yang diberikan kepada calon induk adalah pakan yang mengandung cukup banyak
protein. Kombinasi pakan yang tepat adalah pelet (25%) dan makanan tambahan
berprotein tinggi lain (75%), misalnya ikan kecil, daging keong, daging
bekicot, dan sebagainya. Jumlah pakan yang diberikan per hari adalah 3-5% dari
bobot calon induk yang dipelihara. Misalnya, bila bobot calon induk 20 kg,
kebutuhan pakan per hari adalah 600-1000 gram, terdiri dari 150-250 gram pelet
dan ditambah 450-750 gram makanan tambahan.
Untuk
mengetahui apakah indukan sudah siap dipijahkan atau belum, perlu diketahui
ciri-cirinya. Induk betina yang sudah siap dipijahkan memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
1.
Induk
betina menjadi lebih jinak dan pergerakannya menjadi lebih lambat sehingga
lebih mudah ditangkap.
2. Bagian perut hingga anus
tampak membesar, yang bila dipegang akan terasa lembek.
3. Lubang kelamin tampak
membesar dan berwarna kemerahan.
4. Jika perut diurut
(stripping) ke arah anus makan akan keluar telur yang berwarna kekuningan.
Induk
jantan yang siap dipijahkan juga menunjukan ciri-ciri khusus, yaitu:
1.
Pergerakannya
sangat lincah dan agresif sehingga lebih sulit ditangkap.
2. Tubuhnya menjadi lebih
ramping dengan warna agak kemerah-merahan.
3. Alat kelaminnya semakin
menonjol sehingga terlihat lebih jelas.
4. Jika bagian perut diurut
(stripping) mengarah ke anus maka akan keluar cairan putih kental (cairan
semen).
Teknik
pemijahan konvensional mengandalkan kesiapan induk untuk memijah. Sayangnya,
terkadang induk tidak menunjukan tanda-tanda akan memijah. Untuk merangsang
agar induk siap memijah adalah dengan menggunakan telur bebek atau ayam. Isi
telur dilarutkan dalam air hingga merata dan kemudian dimasukkan ke kolam,
diaduk-aduk hingga benar-benar larut. Akibatnya, kolam akan menjadi amis. Hal
itu akan merangsang induk untuk memijah.
1.
Persiapan Kolam Pemijahan
Kolam
pemijahan dapat berupa kolam tembok ataupun kolam terpal. Ukuran kolam tidak
perlu besar, cuku 2 x 2 m untuk sepasang induk. Ketinggian kolam minimal 0.6 m,
diisi air setinggi 30-50 cm. untuk mencegah induk melompat keluar kolam, bagian
atas kolam diberi penutup dari anyaman bambu atau anyaman daun kelapa.
Air
yang digunakan untuk memijahkan sebaiknya air sumur atau air sungai yang belum
tercemar. Jangan menggunakan air hujan atau air PDAM. Untuk tempat menempelnya
telur, di dasar bak pemijahan dipasang kakaban atau anyaman ijuk. Kakaban
sebaiknya dapat menutup seluruh dasar kolam untuk memastikan bahwa semua telur
dapat menempel pada kakaban. Kakaban dipasang mendatar pada dasar kolam.
2.
Pelepasan Induk pada Kolam Pemijahan
Induk
yang telah siap dipijahkan segera dipindah ke kolam pemijahan. Pemindahan
dilakukan dengan hati-hati agar ikan tidak mengalami stres, terutama induk
jantan. Bila siap pijah maka induk jantan akan semakin lincah dan agresif,
sementara induk betina semakin lamban dan kurang lincah sehingga lebih mudah
untuk dipindahkan.
Induk
dimasukkan ke dalam kolam pemijhan sebelum pukul 18.00. Lebih awal lebih baik.
Hal ini dilakukan agar induk jantan dan induk betina dapat ‘saling mengenal’
terlebih dahulu. Induk jantan akan terus mengejar induk betina. Apabila
dimasukkan siang hari, induk biasanya akan terlebih dahulu istirahat sebelum
melakukan proses ‘pengenalan’. Pengamatan terhadap perilaku indukan menunjukan
bahwa meskipun indukan dimasukkan lebih awal, namun proses pemijahan tetap akan
terjadi pada waktu yang sama.
Setiap
kolam pemijahan hanya boleh diisi sepasang induk yang sudah siap pijah. Apabila
induk yang dimasukkan lebih dari sepasang maka akan terjadi pertarungan yang
justru akan menyebabkan gagalnya proses pemijahan.
3.
Pemijahan
Teknik
pemijahan konvensional mengandalkan pemijahan alami yang dilakukan induk jantan
dan induk betina. Biasanya lele berpijah pada malam hingga pagi, berlangsung
antara pukul 22.00 hingga pukul 05.00 pagi. Proses pemijahan sebenarnya sangat
sederhana. Yaitu induk betiina mengeluarkan telur dan induk jantan mengeluarkan
sperma. Telur dibuahi oleh sperma di luar tubuh, sehingga kemudian disebut
sebagai pembuahan luar. Telur yang berhasil dibuahi akan berwarna bening agak
kekuningan, sedangkan telur yang tidak berhasil dibuahi akan menjadi berwarna
putih.
Pemijahan
secara konvensional memiliki kelemahan, antara lain waktu pemijahan dan
keberhasilannya yang tidak terjamin. Seringkali pemijahan harus menunggu
beberapa hari baru berhasil, bahkan kadang tidak membawa hasil sama sekali.
Keberhasilan
pemijahan konvensional sangat dipengaruhi oleh kondiisi indukan dan lingkungan.
Indukan harus benar-benar dalam kondisi siap memijah dan lingkungan (air dan
kolam) yang digunakan juga harus benar-benar sesuai.
4.
Penetasan telur
Setelah
menjalani pemijahan, induk segera diambil dari kolam agar tidak memakan
telurnya sendiri. Telur dapat ditetaskan di dalam kolam pemijahan atau
dipindahkan ke kolam penetasan yang berukuran lebih besar. Apabila dibiarkan
tetap berada pada kolam pemijahan, sebaiknya airnya diganti dengan yang baru.
Apabila telur dipindahkan ke kolam yang baru, gunakan kolam penetasan dengan
ukuan yang lebih luas, yaitu 2 x 3 m, 2 x 4 m, atau 3 x 3 m, sesuai jumlah
telur yang terdapat pada kakaban.
Kakaban
yang telah berisi telur, baik yang dipidahkan ke kolam baru maupun yang tetap
dibiarkan di kolam pemijahan, kemudian dibalik. Telur yang semula berada di
bagian atas kakaban kemudian diletakkan di bagian bawah kakaban. Di bawah
kakaban diletakkan ikatan ijuk sebesar bungkus rokok, 2-5 buah, atau dapat pula
menggunakan genteng. Fungsinya adalah sebagai tempat berkumpulnya larva yang
baru menetas, agar larva jangan sampai terbawa saat kakaban diambil.
Telur
akan menetas 24-36 jam setelah pembuahan. Kecepatan penetasasn telur
dipengaruhi oleh suhu air. Apabila suhu air cukup hangat (26-28oC), telur akan
menetas lebih cepat. Setelah 36 jam, kakaban segera diambil dari kolam
penetasan. Warna telur yang tidak menetas akan berubah menjadi kuning pucat,
terkadang berjamur.
5.
Pemeliharaan larva
Setelah
menetas, larva tetap dipelihara di kolam penetasan . Pemeliharaan larva harus
dilakukan secara teliti dengan memperhatikan kondisi air dan ketersediaan
pakan. Air dalam kolam pemeliharaan larva harus terjaga kualitasnya. Setidaknya
setiap 2-3 hari sekali harus diganti. Untuk mengganti air tidak boleh dilakukan
dengan membuka kran saluran pembuangan, karena larva mungkin akan terbawa arus
air keluar dari kolam. Penggantian air dilakukan dengan menciduknya sedikit
demi sedikit dan kemudian dituangi sedikit demi sedikit pula. Memang lebih
sulit, namun dengan cara itu kehilangan larva dapat ditekan.
Hingga
hari ke-3, larva belum perlu diberi pakan karena larva masih memakan sisa-sisa
makanan dari telurya. Selain itu, larva juga belum cukup kuat untuk makan
makanan dari luar. Pada hari ke-4 dan seterusnya, larva mulai diberi pakan
alami yang berukuran kecil. Beberapa jenis pakan yang dianjurkan untuk
digunakan antara lain adalah kutu air, cacing sutra, dan cacing darah. Apabila
tidak ada, pelet tepung juga dapat diberikan. Kelemahannya, tidak semua pelet
yang diberikan akan habis dimakan oleh larva sehingga akan menyebabkan kolam
menjadi cepat kotor. Selain itu, larva yang hanya diberi tepung pelet juga
tidak akan dapat tumbuh secepat apabila diberi pakan alami.
Hal
penting lain yang perlu dilakukan adalah menutup kolam pemeliharaan larva
dengan anyaman bambu, anyaman daun kelapa, atau benda lain yang dapat menutupi
kolam. Tujuannya untuk mencegah masuknya binatang yang dapat memakan larva
lele, seperti katak, ular, kadal, dan sebagainya. Sekali binatang itu masuk ke
kolam, cukup banyak larva yang akan dimakannya.
B. Cara Budidaya Lele | Teknik Pemijahan Semi-Intensif
1. Persiapan Induk
Persiapan
induk yang akan dipijahkan dengan teknik semi-intensif
tidak berbeda dengan induk yang dipijahkan secara konvensional. Induk
ditempatkan dalam kolam induk berukuran 1 x 1 x 1 m, dengan induk jantan dan
induk betina diletakkan secara terpisah. Induk diberi pakan yang banyak
mengandung protein agar telur dan sperma yang dihasilkan lebih banyak.
2. Persiapan Kolam Pemijahan
Teknik
pemijahan semi-intensif masih mengandalkan pembuahan alami (natural
spawning) seperti halnya pada teknik pemijahan kolam konvensional. Ukuran kolam
yang digunakan juga tidak jauh berbeda, yaitu 2 x 2 m untuk setiap pasang
induk. Tinggi kolam sekitar 0,6 m, diisi air setinggi 30-50 cm. untuk mencegah
induk melompat keluar saat berkejar-kejaran, kolam pemijahan ditutup anyaman
bambu, anyaman daun kelapa, tripleks, ataupun bahan lain. Bagian dasar kolam
diberi kakaban yang terbuat dari ijuk untuk menempelkan telur.
Kolam
pemijahan dapat dibuat dari tembok maupun terpal. Kolam tembok yang masih baru
sebaiknya tidak langsung dipakai. Sebaiknya kolam itu diisi air dan kemudian ke
dalamnya dimasukkan potongan-potongan batang pisang yang kemudian dibiarkan
hingga membusuk. Potongan batang pisang itu akan menyerap racun dari
bahan-bahan pembuat tembok, terutama semen. Setelah itu, kolam dicuci hingga
bersih sehingga siap digunakan.
Untuk
kolam yang terbuat dari terpal, bila akan menggunakan terpal baru maka
sebaiknya terpal direndam air terlebih dahulu dan kemudian dijemur. Tujuannya
adalah untuk menghilangkan senyawa berbahaya dan bibit penyakit yang mungkin
terdapat pada terpal.
3. Penyuntikan Induk dengan Hipofisa/HCG
Perbedaan
teknik pemijahan konvensional dengan teknik pemijahan semi-intesif adalah pada
penggunaan kelenjar hipofisa atau hormon Human Chlorionic Gonadotropin (HCG).
Kelenjar hipofisa atau HCG digunakan untuk merangsang kematangan gonad sehingga
induk lele sangkuriang siap memijah pada waktu yang ditentukan.
Kelenjar
Hipofisa
Kelenjar
hipofisa yang digunakan dapat berasal dari ikan lele ataupun ikan mas donor.
Ikan donor yang digunakan harus memiliki bobot yang kurang lebih sama dengan
ikan resipien (Ikan yang diberi donor). Cara pengambilan dan penyuntikan
kelenjar hipofisa adalah sebagai berikut:
- Ikan donor ditimbang dahulu untuk mengetahui apakah ikan itu memiliki bobot yang hampir sama dengan induk lele sangkuriang. Bila ya, potong ikan tepat pada batas antara kepala dan badan.
- Kepala ikan dibelah mendatar mulai dari mulut sehingga kepala terbelah menjadi dua. Ambil bagian atasnya dan bersihkan dari darah dan lender.
- Dengan hati-hati buka bagian yang menutupi kelenjar hipofisa dengan menggunakan pinset (penjepit) dan pisau stainless tajam. Kelenjar hipofisa berbentuk bulatan-bulatan kecil berwarna putih kemerah-merahan.
- Ambil kelenjar hipofisa itu kemudian hancurkan di dalam tabung reaksi. Jika tidak ada tabung reaksi, gunakan gelas kecil. Tambahkan akuades atau akuabides (dapat dibeli di apotik) sebanyak 1-2 ml (kira-kira ¾ sendok teh), aduk-aduk hingga rata. Agar larutan lebih merata, sebaiknya diaduk menggunakan sentrifugal (bila ada)
- Ambil larutan hipofisa menggunakan alat suntik berukuran kecil (5 ml) lalu suntikkan pada bagian punggung ikan indukan.
- Dosis pemberian larutan hipofisa yang terbaik adalah 1 bagian untuk induk betina dan ½ bagian untuk induk jantan. Satu bagian berarti seluruh hipofisa yang berasal dari ikan donor dengan bobot sama dengan induk. Namun, bila tidak memungkinkan, dosis dapat diturunkan menjadi ½ bagian unutk induk betina dan ½ bagian untuk induk jantan.
- Ikan yang sudah disuntik kemudian dilepaskan kembali pada kolam induk.
Hormon
HCG
Pada
prinsipnya hormon HCG memiliki fungsi yang sama denga kelenjar hipofisa. Salah
satu jenis hormon HCG yang banyak digunakan pada ikan lele adalah Ovaprim.
Dosis pengunaan ovaprim adalah 0,5 ml/kg bobot ikan. Misalnya ikan dengan bobot
700 gram, dosis yang diberikan adalah 0,7 kg x 0,5 ml/kg, atau sama dengan 0,35
ml. penyuntikan ovaprim sama dengan penyuntikan hipofisa, yaitu pada bagian
punggung yang berdaging tebal.
Penggunaan
ovaprim cukup sulit karena dosisnya yang terlalu sedikit. Oleh sebab itu
kemudian dilarutkan dengan larutan Natrium Cholrida 0,9 %, akuades, atau
akuabides. Misal, untuk induk dengan bobot total 10 kg yang terdiri 12 induk,
diperlukan ovaprim sebanyak 0,5 ml/kg x 10 kh = 5 ml. Untuk setiap kilogram
induk diperlukan cairan campuran sebanyak 4 ml, berarti diperlukan 4 ml/kg x 10
kg = 40 ml. maka jumlah NaCl 0,9%/akuades/akuabides yang dibutuhkan adalah
40-5ml = 35 ml. Jadi untuk induk dengan bobot total 10 kg diperlukan ovaprim
sebanyak 5 ml dan NaCl 0,9%, akuades atau akuabides 36 ml.
Pada
hari ke-4 dan seterusnya, larva diberi pakan berukuran kecil, misalnya cacing
sutra (Tubifex sp.) atau kuku air (Daphnia sp.). Pakan ini terus diberikan
hingga larva mencapai ukuran tahap pendederan,sekitar 2-3 cm.
C. Cara Budidaya Lele | Teknik Pemijahan Intesif
1. Persiapan Induk
Teknik pemijahan intensif sebaiknya dilakukan
terhadap induk betina yang telah memiliki kedewasaan optimal (umur sudah lebih
dari 18 bulan) dan memiliki ukuran yang cukup besar. Dengan teknik pemijahan
ini, ikan tidak akan menjalani pembuahan alami, tetapi pemijahan akan dilakukan
secara buatan. Induk betina yang akan dipijahkan setidaknya pernah dipijahkan
selama 2 bulan terakhir. Sementara untuk induk jantan, persyaratannya tidak
berbeda dengan persyaratan induk untuk pemijahan alami.
Induk
lele, terutama yang betina, dipersiapkan terlebih dahulu dengan menempatkannya
pada kolam induk. Induk jantan dan induk betina dipisahkan. Pemberian pakan
terhadap induk betina dilakukan secara lebih intensif agar kondisinya dapat
mencapai titik optimal. Pakan yang diberikan dapat berupa pelet sebagai pakan
utama, dan pakan tambahan berupa daging keong mas, bekicot, cacing tanah, atau
sisa-sisa makanan.
2. Persiapan Kolam Penetasan
Pada
teknik pemijahan intensif,
telur dapat ditempatkan pada kolam penetasan seperti pada teknik
konvensional dan semi-intesif. Bedanya, tidak diperlukan kakaban atau ijuk. Ukuran
kolam penetasan juga sama, yaitu sekitar 2 x 3 m, 2 x 4 m, atau 3 x 3 m.
Ketinggian kolam sekitar 60 cm, diisi air setinggi 30-40 cm.
3. Penyuntikan Induk dengan Hipofisa/HCG
Induk
yang sudah memenuhi syarat segera disuntikan dengan kelenjar hipofisa atau HCG
(ovaprim). Metode penyuntikannya sama dengan metode pemijahan konvensional.
Induk yang disuntik tidak perlu yang benar-benar telah siap memijah, karena
dengan menyuntikanya menggunakan hipofisa maupun ovaprim, hal kematangan gonad
akan terjadi dengan cepat sehingga induk segera siap memijah. Setelah disuntik,
induk kembali dilepaskan ke kolam induk.
4. Stripping dan Pembuahan Telur
Proses
strpping pada induk
betina dapat dilakukan beberapa jam setelah penyuntikan. Selang waktu antara
penyuntikan dan stripping
sangat tergantung suhu air, jika suhu air cukup hangat (30 °C), stripping dapat dilakukan 7 jam
setelah penyuntikan. Sedangkan apabila suhu air cukup dingin (20 °C), selang
waktu antara penyuntikan dan stripping
sekitar 21 jam. Jika suhu terlalu rendah (<20 °C) atau terlalu tinggi
(>30 °C), penyuntikan hipofisa/ovaprim mungkin akan mengalami kegagalan.
Tabel.
Keterkaintan Suhu dengan selisih waktu penyuntikan dan stripping
Suhu
Air (°C)
|
Waktu
(Jam)
|
20
|
21
|
21
|
19
|
22
|
15,5
|
23
|
13,5
|
24
|
12
|
25
|
11
|
26
|
10
|
27
|
9
|
28
|
8
|
29
|
7,5
|
30
|
7
|
Sumber:Infis
Manual No 57 (1987) dalam Khairuman dan K. Amri (2008)
Pada
dasarnya stripping adalah
memaksa keluarnya sel telur tanpa adanya kehendak dari induk betina. Oleh
karena itu, stripping
harus dilakukan secara berhati-hati agar tidak menyakiti induk tersebut.
Langkah-langkah untuk melakukan stripping
adalah sebagai berikut:
1.
Tangkap
induk betina dengan hati-hati dan pastikan bahwa induk itu tidak sampai terluka
karenanya.
2. Siapkan baskom kering dan
bersih sebagai tempat untuk menampung telur yang akan dikeluarkan.
3. Karena induk cukup licin,
saat melakukan stripping, pegang
induk itu dengan kain halus atau menggunakan sarung tangan.
4. Stripping dilakukan dengan mengurut perut ikan secara
lembut dan hati-hati. Arah pengurutan adalah dari perut bagian atas menuju ke
anus.
5. Telur akan keluar dari
lubang kelamin induk betina. Pastikan telur tertampung pada baskom dan jangan
sampai tercecer. Setelah selesai, tutup baskom dengan kain kassa atau tutup
berpori lainnya. Simpan sementara sambil menunggu sperma dari induk jantan.
6. Stripping sebaiknya dilakukan dua orang. Yang seorang
memegang bagian kepala dan melakukan stripping,
sementara yang lain memegang bagian ekor. Stripping
dilakukan secara cepat agar induk itu tidak terlalu lama menderita.
Berbeda
dengan induk betina, terhadap kebanyakan induk jantan tidak bisa dilakukan stripping karena sperma yang
dapat dikeluarkan dengan cara itu sangatlah sedikit, atau bahkan tidak keluar
sama sekali. Oleh karenanya, untuk mendapatkan sperma maka dilakukan dengan
mengoperasi induk jantan. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
1.
Induk
jantan yang telah disuntik dan akan digunakan sebagai induk dipotong kepalanya.
Perutnya kemudian dibelah dengan hati-hati.
2. Keluarkan usus ke arah
samping hingga ditemukan kantong sperma yang berwarna merah jambu.
3. Ambil kantong sperma dengan
hati-hati, jangan sampai pecah.
4. Saat hendak digunakan,
belah kantong sperma sehingga sperma dapat keluar.
Pembuahan
sel telur pada teknik ini dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
1.
Siapkan
baskom yang berisi telur hasil stripping.
2. Belah kantong sperma dan
keluarkan isi sperma pada baskom yang berisi telur tersebut.
3. Agar tercampur merata,
lakukan pengadukan menggunakan bulu ayam yang bersih atau kuas kecil dengan
bulu yang halus. Pengadukan harus dilakukan dengan hati-hati.
4. Sambil diaduk-aduk,
tambahkan air bersih sedikit demi sedikit hingga semua telur terbuahi dengan
sempurna.
5. Biarkan selama beberapa
menit hingga telur menunjukan tanda-tanda sudah terbuahi, yaitu warnanya
berubah menjadi kuning bening.
6. Telur sudah siap ditetaskan
pada kolam penetasan.
5. Penetasan Telur
Telur yang sudah dibuahi segera ditebarkan pada kolam
penetasan. Pada kolam penetasan ini tidak terdapat ijuk atau kakaban.
Bahkan kolam dapat dibuat dari ember, baskom, atau galon air. Tidak ada
persyaratan khusus untuk kolam yang akan digunakan untuk penetasan. Yang
dibutuhkan hanyalah air yang bersih dengan kadar oksigen yang cukup. Keduanya
dapat dipenuhi dengan memasang regulator yang dapat membersihkan air dan
kemudian mengembalikannya ke kolam.
Regulator air sederhana dapat dibuat dari selang plastik
(diameter 0,5 cm), ember, ijuk, krikil, pasir dan arang kelapa (jika ada).
Selang plastik direkatkan pada ember, satu selang (masuk) dari bagian atas,
satu selang (keluar) berada di bagian bawah. Bagian dasar ember diberi lapisan
krikil, pasir, arang kelapa, dan ijuk secara berurutan. Air dari kolam akan
bergerak ke sebelah atas ember, kemudian disaring dengan lapisan-lapisan
krikil, pasir, arang kelapa, dan ijuk. Air yang telah tersaring kenudian
dialirkan ke kolam melalui selang yang ada dibawah.
Langkah-langkah untuk memasukkan telur ke tempat penetasan
adalah sebagai berikut:
1.
Masukkan
telur ke dalam kolam penetasan dengan menggunakan sendok plastik secara
hati-hati.
2. Usahakan telur
ditebar secara merata pada dasar kolam dan tidak saling bertumpuk.
3. Kepadatan jumlah
telur adalah sekitar 60.000-75.000 telur per meter persegi.
4. Untuk meratakan telur
pada dasar kolam dapat dilakukan dengan menggunakan bulu ayam yang bersih.
Telur akan menetas setelah 24-36 jam dimasukkan ke kolam.
Kecepatan menetas tergantung pada suhu air. Bila suhu cukup hangat maka akan
cepat menetas, sedangkan bila suhunya rendah maka penetasan akan memakan waktu
lebih lama. Teknik pemijahan intensif mampu memberikan persentase penetasan
hingga 95%.
Larva yang telah menetas dapat tetap dipelihara di kolam
penetasan atau dipindahkan ke kolam lain.
6. Pemeliharaan Larva
Larva yang baru menetas harus dipelihara di dalam kolam
dengan menggunakan air yang bersih dan dengan aerasi yang baik. Hal itu karena
larva masih sangat rentan terhadap serangan penyakit. Regulator air sebaiknya
dipasang dalam kolam pemeliharaan larva bilamana tidak ada pembaruan air. Ujung
selang penyedot regulator air ditutup dengan kain kassa untuk menghindari tersedotnya
larva ke dalam regulator.
Pemberian pakan terhadap larva baru dimulai pada hari ke-4,
karena sampai hari ke-3 larva masih makan sisa makanan dari telur. Pakan yang
sesuai dan cukup banyak tersedia adalah kutu air (Daphnia sp.) dan
cacing sutra (Tubifex sp.). Pemberian pakan yang berupa pelet dapat
dilakukan asalkan diremukkan terlebih dahulu. Kekuranganya, sisa pelet akan
mengotori kolam sementara perkembangan larva kurang optimal. Larva dipelihara
hingga menjadi anakan lele (bibit) berukuran 1-3 cm.
Ok bangeeet .....
BalasHapus