Rabu, 13 Maret 2013

Teknik pemijahan Ikan Lele (sederhana, semi intensif dan intensif)



Untuk mendapatkan bibit lele yang baik, pemijahannya harus dilakukan dengan tepat dan teliti, dan dengan efisiensi waktu yang tinggi sehingga tidak menghambat pemijahan berikutnya. Secara umum terdapat tiga teknik pemijahan, yaitu teknik pemijahan sederhana (konvensional), teknik pemijahan semi-intensif, serta teknik pemijahan intensif.
Perbedaan antara teknik pemijahan sederhana dengan teknik pemijahan intensif dan semi-intesif adalah dengan penggunaan hipofisa atau HCG untuk merangsang kematangan gonad. Sedangkan perbedaan teknik pemijahan intensif dengan teknik pemijahan sederhana dan semi-intensif terletak pada metode pengeluaran sel-telur dan sperma, yang mana pada teknik pemijahan intensif, telur dikeluarkan secara ‘paksa’.

A. Cara Budidaya Lele | Teknik Pemijahan Sederhana pada Lele Sangkuriang (Sukabumi) 

1. Persiapan Induk
Induk yang digunakan untuk mendapatkan bibit lele sangkuriang merupakan induk jantan generasi keenam(F6) dan induk betina generasi kedua (F2), bukan berasal dari lele sangkuriang. Indukan lele sangkuriang sebenanya sudah dapat dipijahkan saat berumur 8-9 bulan, namun produksi telur yang baik baru dapat diperoleh saat lele sudah berumur di atas 1 tahun. Indukan telah siap dipijahkan lagi setelah 2-3 bulan setelah pemijahan sebelumnya.
Sebelum dipijahkan, induk jantan dan induk betina ditempatkan secara terpisah dalam kolam induk berukuran 1 x 1 x 1 meter untuk setiap 1 kg induk. Akan lebih baik apabila air yang digunakan untuk kolam induk jantan dan kolam induk betina itu sama dengan air yang mengalir dari kolam induk jantan ke kolam induk betina. Tujuannya adalaha untuk merangsan kemauan kawin dari induk betina.
Pakan yang diberikan kepada calon induk adalah pakan yang mengandung cukup banyak protein. Kombinasi pakan yang tepat adalah pelet (25%) dan makanan tambahan berprotein tinggi lain (75%), misalnya ikan kecil, daging keong, daging bekicot, dan sebagainya. Jumlah pakan yang diberikan per hari adalah 3-5% dari bobot calon induk yang dipelihara. Misalnya, bila bobot calon induk 20 kg, kebutuhan pakan per hari adalah 600-1000 gram, terdiri dari 150-250 gram pelet dan ditambah 450-750 gram makanan tambahan.
Untuk mengetahui apakah indukan sudah siap dipijahkan atau belum, perlu diketahui ciri-cirinya. Induk betina yang sudah siap dipijahkan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.      Induk betina menjadi lebih jinak dan pergerakannya menjadi lebih lambat sehingga lebih mudah ditangkap.
2.     Bagian perut hingga anus tampak membesar, yang bila dipegang akan terasa lembek.
3.     Lubang kelamin tampak membesar dan berwarna kemerahan.
4.     Jika perut diurut (stripping) ke arah anus makan akan keluar telur yang berwarna kekuningan.
Induk jantan yang siap dipijahkan juga menunjukan ciri-ciri khusus, yaitu:
1.      Pergerakannya sangat lincah dan agresif sehingga lebih sulit ditangkap.
2.     Tubuhnya menjadi lebih ramping dengan warna agak kemerah-merahan.
3.     Alat kelaminnya semakin menonjol sehingga terlihat lebih jelas.
4.     Jika bagian perut diurut (stripping) mengarah ke anus maka akan keluar cairan putih kental (cairan semen).
Teknik pemijahan konvensional mengandalkan kesiapan induk untuk memijah. Sayangnya, terkadang induk tidak menunjukan tanda-tanda akan memijah. Untuk merangsang agar induk siap memijah adalah dengan menggunakan telur bebek atau ayam. Isi telur dilarutkan dalam air hingga merata dan kemudian dimasukkan ke kolam, diaduk-aduk hingga benar-benar larut. Akibatnya, kolam akan menjadi amis. Hal itu akan merangsang induk untuk memijah.
1.    Persiapan Kolam Pemijahan
Kolam pemijahan dapat berupa kolam tembok ataupun kolam terpal. Ukuran kolam tidak perlu besar, cuku 2 x 2 m untuk sepasang induk. Ketinggian kolam minimal 0.6 m, diisi air setinggi 30-50 cm. untuk mencegah induk melompat keluar kolam, bagian atas kolam diberi penutup dari anyaman bambu atau anyaman daun kelapa.
Air yang digunakan untuk memijahkan sebaiknya air sumur atau air sungai yang belum tercemar. Jangan menggunakan air hujan atau air PDAM. Untuk tempat menempelnya telur, di dasar bak pemijahan dipasang kakaban atau anyaman ijuk. Kakaban sebaiknya dapat menutup seluruh dasar kolam untuk memastikan bahwa semua telur dapat menempel pada kakaban. Kakaban dipasang mendatar pada dasar kolam.
2.    Pelepasan Induk pada Kolam Pemijahan
Induk yang telah siap dipijahkan segera dipindah ke kolam pemijahan. Pemindahan dilakukan dengan hati-hati agar ikan tidak mengalami stres, terutama induk jantan. Bila siap pijah maka induk jantan akan semakin lincah dan agresif, sementara induk betina semakin lamban dan kurang lincah sehingga lebih mudah untuk dipindahkan.
Induk dimasukkan ke dalam kolam pemijhan sebelum pukul 18.00. Lebih awal lebih baik. Hal ini dilakukan agar induk jantan dan induk betina dapat ‘saling mengenal’ terlebih dahulu. Induk jantan akan terus mengejar induk betina. Apabila dimasukkan siang hari, induk biasanya akan terlebih dahulu istirahat sebelum melakukan proses ‘pengenalan’. Pengamatan terhadap perilaku indukan menunjukan bahwa meskipun indukan dimasukkan lebih awal, namun proses pemijahan tetap akan terjadi pada waktu yang sama.
Setiap kolam pemijahan hanya boleh diisi sepasang induk yang sudah siap pijah. Apabila induk yang dimasukkan lebih dari sepasang maka akan terjadi pertarungan yang justru akan menyebabkan gagalnya proses pemijahan.
3.    Pemijahan
Teknik pemijahan konvensional mengandalkan pemijahan alami yang dilakukan induk jantan dan induk betina. Biasanya lele berpijah pada malam hingga pagi, berlangsung antara pukul 22.00 hingga pukul 05.00 pagi. Proses pemijahan sebenarnya sangat sederhana. Yaitu induk betiina mengeluarkan telur dan induk jantan mengeluarkan sperma. Telur dibuahi oleh sperma di luar tubuh, sehingga kemudian disebut sebagai pembuahan luar. Telur yang berhasil dibuahi akan berwarna bening agak kekuningan, sedangkan telur yang tidak berhasil dibuahi akan menjadi berwarna putih.
Pemijahan secara konvensional memiliki kelemahan, antara lain waktu pemijahan dan keberhasilannya yang tidak terjamin. Seringkali pemijahan harus menunggu beberapa hari baru berhasil, bahkan kadang tidak membawa hasil sama sekali.
Keberhasilan pemijahan konvensional sangat dipengaruhi oleh kondiisi indukan dan lingkungan. Indukan harus benar-benar dalam kondisi siap memijah dan lingkungan (air dan kolam) yang digunakan juga harus benar-benar sesuai.
4.    Penetasan telur
Setelah menjalani pemijahan, induk segera diambil dari kolam agar tidak memakan telurnya sendiri. Telur dapat ditetaskan di dalam kolam pemijahan atau dipindahkan ke kolam penetasan yang berukuran lebih besar. Apabila dibiarkan tetap berada pada kolam pemijahan, sebaiknya airnya diganti dengan yang baru. Apabila telur dipindahkan ke kolam yang baru, gunakan kolam penetasan dengan ukuan yang lebih luas, yaitu 2 x 3 m, 2 x 4 m, atau 3 x 3 m, sesuai jumlah telur yang terdapat pada kakaban.
Kakaban yang telah berisi telur, baik yang dipidahkan ke kolam baru maupun yang tetap dibiarkan di kolam pemijahan, kemudian dibalik. Telur yang semula berada di bagian atas kakaban kemudian diletakkan di bagian bawah kakaban. Di bawah kakaban diletakkan ikatan ijuk sebesar bungkus rokok, 2-5 buah, atau dapat pula menggunakan genteng. Fungsinya adalah sebagai tempat berkumpulnya larva yang baru menetas, agar larva jangan sampai terbawa saat kakaban diambil.
Telur akan menetas 24-36 jam setelah pembuahan. Kecepatan penetasasn telur dipengaruhi oleh suhu air. Apabila suhu air cukup hangat (26-28oC), telur akan menetas lebih cepat. Setelah 36 jam, kakaban segera diambil dari kolam penetasan. Warna telur yang tidak menetas akan berubah menjadi kuning pucat, terkadang berjamur.
5.    Pemeliharaan larva
Setelah menetas, larva tetap dipelihara di kolam penetasan . Pemeliharaan larva harus dilakukan secara teliti dengan memperhatikan kondisi air dan ketersediaan pakan. Air dalam kolam pemeliharaan larva harus terjaga kualitasnya. Setidaknya setiap 2-3 hari sekali harus diganti. Untuk mengganti air tidak boleh dilakukan dengan membuka kran saluran pembuangan, karena larva mungkin akan terbawa arus air keluar dari kolam. Penggantian air dilakukan dengan menciduknya sedikit demi sedikit dan kemudian dituangi sedikit demi sedikit pula. Memang lebih sulit, namun dengan cara itu kehilangan larva dapat ditekan.
Hingga hari ke-3, larva belum perlu diberi pakan karena larva masih memakan sisa-sisa makanan dari telurya. Selain itu, larva juga belum cukup kuat untuk makan makanan dari luar. Pada hari ke-4 dan seterusnya, larva mulai diberi pakan alami yang berukuran kecil. Beberapa jenis pakan yang dianjurkan untuk digunakan antara lain adalah kutu air, cacing sutra, dan cacing darah. Apabila tidak ada, pelet tepung juga dapat diberikan. Kelemahannya, tidak semua pelet yang diberikan akan habis dimakan oleh larva sehingga akan menyebabkan kolam menjadi cepat kotor. Selain itu, larva yang hanya diberi tepung pelet juga tidak akan dapat tumbuh secepat apabila diberi pakan alami.
Hal penting lain yang perlu dilakukan adalah menutup kolam pemeliharaan larva dengan anyaman bambu, anyaman daun kelapa, atau benda lain yang dapat menutupi kolam. Tujuannya untuk mencegah masuknya binatang yang dapat memakan larva lele, seperti katak, ular, kadal, dan sebagainya. Sekali binatang itu masuk ke kolam, cukup banyak larva yang akan dimakannya.

B. Cara Budidaya Lele | Teknik Pemijahan Semi-Intensif

1. Persiapan Induk

Persiapan induk yang akan dipijahkan dengan teknik semi-intensif tidak berbeda dengan induk yang dipijahkan secara konvensional. Induk ditempatkan dalam kolam induk berukuran 1 x 1 x 1 m, dengan induk jantan dan induk betina diletakkan secara terpisah. Induk diberi pakan yang banyak mengandung protein agar telur dan sperma yang dihasilkan lebih banyak.
2. Persiapan Kolam Pemijahan
Teknik pemijahan semi-intensif masih mengandalkan pembuahan alami (natural spawning) seperti halnya pada teknik pemijahan kolam konvensional. Ukuran kolam yang digunakan juga tidak jauh berbeda, yaitu 2 x 2 m untuk setiap pasang induk. Tinggi kolam sekitar 0,6 m, diisi air setinggi 30-50 cm. untuk mencegah induk melompat keluar saat berkejar-kejaran, kolam pemijahan ditutup anyaman bambu, anyaman daun kelapa, tripleks, ataupun bahan lain. Bagian dasar kolam diberi kakaban yang terbuat dari ijuk untuk menempelkan telur.
Kolam pemijahan dapat dibuat dari tembok maupun terpal. Kolam tembok yang masih baru sebaiknya tidak langsung dipakai. Sebaiknya kolam itu diisi air dan kemudian ke dalamnya dimasukkan potongan-potongan batang pisang yang kemudian dibiarkan hingga membusuk. Potongan batang pisang itu akan menyerap racun dari bahan-bahan pembuat tembok, terutama semen. Setelah itu, kolam dicuci hingga bersih sehingga siap digunakan.
Untuk kolam yang terbuat dari terpal, bila akan menggunakan terpal baru maka sebaiknya terpal direndam air terlebih dahulu dan kemudian dijemur. Tujuannya adalah untuk menghilangkan senyawa berbahaya dan bibit penyakit yang mungkin terdapat pada terpal.
3. Penyuntikan Induk dengan Hipofisa/HCG
Perbedaan teknik pemijahan konvensional dengan teknik pemijahan semi-intesif adalah pada penggunaan kelenjar hipofisa atau hormon Human Chlorionic Gonadotropin (HCG). Kelenjar hipofisa atau HCG digunakan untuk merangsang kematangan gonad sehingga induk lele sangkuriang siap memijah pada waktu yang ditentukan.
Kelenjar Hipofisa
Kelenjar hipofisa yang digunakan dapat berasal dari ikan lele ataupun ikan mas donor. Ikan donor yang digunakan harus memiliki bobot yang kurang lebih sama dengan ikan resipien (Ikan yang diberi donor). Cara pengambilan dan penyuntikan kelenjar hipofisa adalah sebagai berikut:
  • Ikan donor ditimbang dahulu untuk mengetahui apakah ikan itu memiliki bobot yang hampir sama dengan induk lele sangkuriang. Bila ya, potong ikan tepat pada batas antara kepala dan badan.
  • Kepala ikan dibelah mendatar mulai dari mulut sehingga kepala terbelah menjadi dua. Ambil bagian atasnya dan bersihkan dari darah dan lender.
  • Dengan hati-hati buka bagian yang menutupi kelenjar hipofisa dengan menggunakan pinset (penjepit) dan pisau stainless tajam. Kelenjar hipofisa berbentuk bulatan-bulatan kecil berwarna putih kemerah-merahan.
  • Ambil kelenjar hipofisa itu kemudian hancurkan di dalam tabung reaksi. Jika tidak ada tabung reaksi, gunakan gelas kecil. Tambahkan akuades atau akuabides (dapat dibeli di apotik) sebanyak 1-2 ml (kira-kira ¾ sendok teh), aduk-aduk hingga rata. Agar larutan lebih merata, sebaiknya diaduk menggunakan sentrifugal (bila ada)
  • Ambil larutan hipofisa menggunakan alat suntik berukuran kecil (5 ml) lalu suntikkan pada bagian punggung ikan indukan.
  • Dosis pemberian larutan hipofisa yang terbaik adalah 1 bagian untuk induk betina dan ½ bagian untuk induk jantan. Satu bagian berarti seluruh hipofisa yang berasal dari ikan donor dengan bobot sama dengan induk. Namun, bila tidak memungkinkan, dosis dapat diturunkan menjadi ½ bagian unutk induk betina dan ½ bagian untuk induk jantan.
  • Ikan yang sudah disuntik kemudian dilepaskan kembali pada kolam induk.
Hormon HCG
Pada prinsipnya hormon HCG memiliki fungsi yang sama denga kelenjar hipofisa. Salah satu jenis hormon HCG yang banyak digunakan pada ikan lele adalah Ovaprim. Dosis pengunaan ovaprim adalah 0,5 ml/kg bobot ikan. Misalnya ikan dengan bobot 700 gram, dosis yang diberikan adalah 0,7 kg x 0,5 ml/kg, atau sama dengan 0,35 ml. penyuntikan ovaprim sama dengan penyuntikan hipofisa, yaitu pada bagian punggung yang berdaging tebal.
Penggunaan ovaprim cukup sulit karena dosisnya yang terlalu sedikit. Oleh sebab itu kemudian dilarutkan dengan larutan Natrium Cholrida 0,9 %, akuades, atau akuabides. Misal, untuk induk dengan bobot total 10 kg yang terdiri 12 induk, diperlukan ovaprim sebanyak 0,5 ml/kg x 10 kh = 5 ml. Untuk setiap kilogram induk diperlukan cairan campuran sebanyak 4 ml, berarti diperlukan 4 ml/kg x 10 kg = 40 ml. maka jumlah NaCl 0,9%/akuades/akuabides yang dibutuhkan adalah 40-5ml = 35 ml. Jadi untuk induk dengan bobot total 10 kg diperlukan ovaprim sebanyak 5 ml dan NaCl 0,9%, akuades atau akuabides 36 ml.
Pada hari ke-4 dan seterusnya, larva diberi pakan berukuran kecil, misalnya cacing sutra (Tubifex sp.) atau kuku air (Daphnia sp.). Pakan ini terus diberikan hingga larva mencapai ukuran tahap pendederan,sekitar 2-3 cm.

C. Cara Budidaya Lele | Teknik Pemijahan Intesif

1. Persiapan Induk

Teknik pemijahan intensif sebaiknya dilakukan terhadap induk betina yang telah memiliki kedewasaan optimal (umur sudah lebih dari 18 bulan) dan memiliki ukuran yang cukup besar. Dengan teknik pemijahan ini, ikan tidak akan menjalani pembuahan alami, tetapi pemijahan akan dilakukan secara buatan. Induk betina yang akan dipijahkan setidaknya pernah dipijahkan selama 2 bulan terakhir. Sementara untuk induk jantan, persyaratannya tidak berbeda dengan persyaratan induk untuk pemijahan alami.
Induk lele, terutama yang betina, dipersiapkan terlebih dahulu dengan menempatkannya pada kolam induk. Induk jantan dan induk betina dipisahkan. Pemberian pakan terhadap induk betina dilakukan secara lebih intensif agar kondisinya dapat mencapai titik optimal. Pakan yang diberikan dapat berupa pelet sebagai pakan utama, dan pakan tambahan berupa daging keong mas, bekicot, cacing tanah, atau sisa-sisa makanan.
2. Persiapan Kolam Penetasan
Pada teknik pemijahan intensif, telur dapat ditempatkan pada kolam penetasan seperti  pada teknik konvensional dan semi-intesif. Bedanya, tidak diperlukan kakaban atau ijuk. Ukuran kolam penetasan juga sama, yaitu sekitar 2 x 3 m, 2 x 4 m, atau 3 x 3 m. Ketinggian kolam sekitar 60 cm, diisi air setinggi 30-40 cm.
3. Penyuntikan Induk dengan Hipofisa/HCG
Induk yang sudah memenuhi syarat segera disuntikan dengan kelenjar hipofisa atau HCG (ovaprim). Metode penyuntikannya sama dengan metode pemijahan konvensional. Induk yang disuntik tidak perlu yang benar-benar telah siap memijah, karena dengan menyuntikanya menggunakan hipofisa maupun ovaprim, hal kematangan gonad akan terjadi dengan cepat sehingga induk segera siap memijah. Setelah disuntik, induk kembali dilepaskan ke kolam induk.
4. Stripping dan Pembuahan Telur
Proses strpping pada induk betina dapat dilakukan beberapa jam setelah penyuntikan. Selang waktu antara penyuntikan dan stripping sangat tergantung suhu air, jika suhu air cukup hangat (30 °C), stripping dapat dilakukan 7 jam setelah penyuntikan. Sedangkan apabila suhu air cukup dingin (20 °C), selang waktu antara penyuntikan dan stripping sekitar 21 jam. Jika suhu terlalu rendah (<20 °C) atau terlalu tinggi  (>30 °C), penyuntikan hipofisa/ovaprim mungkin akan mengalami kegagalan.
Tabel. Keterkaintan Suhu dengan selisih waktu penyuntikan dan stripping
Suhu Air (°C)
Waktu (Jam)
20
21
21
19
22
15,5
23
13,5
24
12
25
11
26
10
27
9
28
8
29
7,5
30
7
Sumber:Infis Manual No 57 (1987) dalam Khairuman dan K. Amri (2008)
Pada dasarnya stripping adalah memaksa keluarnya sel telur tanpa adanya kehendak dari induk betina. Oleh karena itu, stripping harus dilakukan secara berhati-hati agar tidak menyakiti induk tersebut. Langkah-langkah untuk melakukan stripping adalah sebagai berikut:
1.      Tangkap induk betina dengan hati-hati dan pastikan bahwa induk itu tidak sampai terluka karenanya.
2.     Siapkan baskom kering dan bersih sebagai tempat untuk menampung telur yang akan dikeluarkan.
3.     Karena induk cukup licin, saat melakukan stripping, pegang induk itu dengan kain halus atau menggunakan sarung tangan.
4.     Stripping dilakukan dengan mengurut perut ikan secara lembut dan hati-hati. Arah pengurutan adalah dari perut bagian atas menuju ke anus.
5.     Telur akan keluar dari lubang kelamin induk betina. Pastikan telur tertampung pada baskom dan jangan sampai tercecer. Setelah selesai, tutup baskom dengan kain kassa atau tutup berpori lainnya. Simpan sementara sambil menunggu sperma dari induk jantan.
6.     Stripping sebaiknya dilakukan dua orang. Yang seorang memegang bagian kepala dan melakukan stripping, sementara yang lain memegang bagian ekor. Stripping dilakukan secara cepat agar induk itu tidak terlalu lama menderita.
Berbeda dengan induk betina, terhadap kebanyakan induk jantan tidak bisa dilakukan stripping karena sperma yang dapat dikeluarkan dengan cara itu sangatlah sedikit, atau bahkan tidak keluar sama sekali. Oleh karenanya, untuk mendapatkan sperma maka dilakukan dengan mengoperasi induk jantan. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
1.      Induk jantan yang telah disuntik dan akan digunakan sebagai induk dipotong kepalanya. Perutnya kemudian dibelah dengan hati-hati.
2.     Keluarkan usus ke arah samping hingga ditemukan kantong sperma yang berwarna merah jambu.
3.     Ambil kantong sperma dengan hati-hati, jangan sampai pecah.
4.     Saat hendak digunakan, belah kantong sperma sehingga sperma dapat keluar.
Pembuahan sel telur pada teknik ini dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
1.      Siapkan baskom yang berisi telur hasil stripping.
2.     Belah kantong sperma dan keluarkan isi sperma pada baskom yang berisi telur tersebut.
3.     Agar tercampur merata, lakukan pengadukan menggunakan bulu ayam yang bersih atau kuas kecil dengan bulu yang halus. Pengadukan harus dilakukan dengan hati-hati.
4.     Sambil diaduk-aduk, tambahkan air bersih sedikit demi sedikit hingga semua telur terbuahi dengan sempurna.
5.     Biarkan selama beberapa menit hingga telur menunjukan tanda-tanda sudah terbuahi, yaitu warnanya berubah menjadi kuning bening.
6.     Telur sudah siap ditetaskan pada kolam penetasan.
5. Penetasan Telur
Telur yang sudah dibuahi segera ditebarkan pada kolam penetasan. Pada kolam penetasan ini tidak terdapat ijuk atau kakaban. Bahkan kolam dapat dibuat dari ember, baskom, atau galon air. Tidak ada persyaratan khusus untuk kolam yang akan digunakan untuk penetasan. Yang dibutuhkan hanyalah air yang bersih dengan kadar oksigen yang cukup. Keduanya dapat dipenuhi dengan memasang regulator yang dapat membersihkan air dan kemudian mengembalikannya ke kolam.
Regulator air sederhana dapat dibuat dari selang plastik (diameter 0,5 cm), ember, ijuk, krikil, pasir dan arang kelapa (jika ada). Selang plastik direkatkan pada ember, satu selang (masuk) dari bagian atas, satu selang (keluar) berada di bagian bawah. Bagian dasar ember diberi lapisan krikil, pasir, arang kelapa, dan ijuk secara berurutan. Air dari kolam akan bergerak ke sebelah atas ember, kemudian disaring dengan lapisan-lapisan krikil, pasir, arang kelapa, dan ijuk. Air yang telah tersaring kenudian dialirkan ke kolam melalui selang yang ada dibawah.
Langkah-langkah untuk memasukkan telur ke tempat penetasan adalah sebagai berikut:
1.      Masukkan telur ke dalam kolam penetasan dengan menggunakan sendok plastik secara hati-hati.
2.     Usahakan telur ditebar secara merata pada dasar kolam dan tidak saling bertumpuk.
3.     Kepadatan jumlah telur adalah sekitar 60.000-75.000 telur per meter persegi.
4.     Untuk meratakan telur pada dasar kolam dapat dilakukan dengan menggunakan bulu ayam yang bersih.
Telur akan menetas setelah 24-36 jam dimasukkan ke kolam. Kecepatan menetas tergantung pada suhu air. Bila suhu cukup hangat maka akan cepat menetas, sedangkan bila suhunya rendah maka penetasan akan memakan waktu lebih lama. Teknik pemijahan intensif mampu memberikan persentase penetasan hingga 95%.
Larva yang telah menetas dapat tetap dipelihara di kolam penetasan atau dipindahkan ke kolam lain.
6. Pemeliharaan Larva
Larva yang baru menetas harus dipelihara di dalam kolam dengan menggunakan air yang bersih dan dengan aerasi yang baik. Hal itu karena larva masih sangat rentan terhadap serangan penyakit. Regulator air sebaiknya dipasang dalam kolam pemeliharaan larva bilamana tidak ada pembaruan air. Ujung selang penyedot regulator air ditutup dengan kain kassa untuk menghindari tersedotnya larva ke dalam regulator.
Pemberian pakan terhadap larva baru dimulai pada hari ke-4, karena sampai hari ke-3 larva masih makan sisa makanan dari telur. Pakan yang sesuai dan cukup banyak tersedia adalah kutu air (Daphnia sp.) dan cacing sutra (Tubifex sp.). Pemberian pakan yang berupa pelet dapat dilakukan asalkan diremukkan terlebih dahulu. Kekuranganya, sisa pelet akan mengotori kolam sementara perkembangan larva kurang optimal. Larva dipelihara hingga menjadi anakan lele (bibit) berukuran 1-3 cm.



1 komentar:

Laman